Saturday 29 March 2014

HUKUM PERIKATAN (Minggu 4)

1. Pengertian

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakaidalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orangyang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang.  Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

·         Menurut Hofmann :
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.

·         Menurut Pitlo :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang  bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.

2.     Dasar Hukum Perikatan

Berdasarkan KUH Perdata terdapat 2 sumber adalah sebagai berikut:

Ø  Perjajian (kontrak)
Ø  Bukan dari perjanjian (dari undang-undang)
Hak dan kewajiban ditentukan oleh undang-undang.
Perikatan yang timbul dari Undang-undang dapat dibagi menjadi dua yaitu perokatan yang terjadi karena undang-undang semata dan perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah atau tidak melanggar hukum) dan bertentangan dengan hukum (tidak sah atau melanggar hukum)

3.     Azas – azas dalam Hukum Perikatan

Azas-azas dalm hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsesnsualisme.

-          Asas kebebasan berkontrak
Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perikatan yang dibuat sah bgai para pihak membuatnya dan berlaku sebgai undnag-undnag bagi mereka yang membuatnya.
-          Asas Konsensualisme
Perikatan itu lahir pada saar tercapainya kata sepakat antara pihak mengena hal-hal pokok. Pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perikatan yang mengikatkan diri yaitu :
a.      Kata sepakat antara pihak yang mengikatkan diri
b.      Cakap untuk membuat perjanjian
c.       Mengenai suatu hak tertentu
d.      Suatu sebab yang halal.

4.     Wanprestasi dan Akibat – akibatnya
Timbulnya apabila salah satu pihak (debitur ) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia alpa (lalai) atau ingkat janji.

Akibat-akibat Wanprestasi :

Ø  Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi) meliputi biaya, rugi, bunga.
Ø  Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian (pasal 1247 dan pasal 1248 KUH Perdata)
Ø  Peralihan resiko (pasal 1237 KUH Perdata). Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi objek perikatan.

5.     Hapusnya Perikatan

Perikatan bisa dihapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH Perdata yaitu :
o   Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela.
o   Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
o   Pembaharuan utang
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai perikatan semula. Ada tiga macam novasi yaitu :
a)      Novasi obyektif yaitu perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain
b)      Novasi subyektif pasif yaitu debiturnya diganti oleh debitur lain
c)      Novasi subyektif aktif yaitu krediturnya diganti oleh kreditur lain
o   Perjumpaan utang atau kompensasi
o   Pencampuran hutang, bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang oleh sebab itu piutang dihapuskan.
o   Pembebasan hutang
o   Musnahnya barang yang terhutang
o   Pembatalan, pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat.

Sumber



Friday 21 March 2014

HUKUM PERDATA (Minggu 3)

1.     Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia

Hukum perdata adalah hukum yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat. Hukum perdata Indonesia diwarnai oleh tiga sumber hukum yaitu :

a)      Hukum adat
b)      Hukum Islam
c)      Hukum perdata barat.

Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

 Pengaturan tentang hukum perdata barat di Indonesia terdapat dalam kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) yang bias disebut fotocopy dari Burgerlijk Wetbook (BW) Belanda.  Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :

·         Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. 
·         Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda.
·         Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan.
·         Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

2.     Sejarah Singkat Hukum Perdata

Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK). Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.

Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.

Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.

3.     Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).

Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.

Berdasarkan berbagai definisi tentang hukum, bisa kita simpulkan bahwa Indonesia pun memiliki hukum. Namun bisa kita lihat sendiri bahwa kondisi hukum di Indonesia saat ini lebih banyak menuai kritikan daripada pujian. Kritikan-kritikan itu mengarah pada penegakkan hukum, kesadaran hukum, dan kualitas hukumnya. Hukum yang seharusnya bisa menjadi penegak keadilan bagi masyarakat masih belum bisa difungsikan sebagaimana mestinya. Banyak berbagai praktek negatif layaknya racun atau virus yang menyertai pelaksanaan hukum itu sendiri. Dampaknya, hukum di Indonesia terlihat lemah dan statusnya pun terancam.

Lebih dari pada itu, hukum yang dibuat sebagai jembatan pelaksanaan keadilan sudah tidak relevan lagi karena adanya berbagai penyimpangan dan diskriminatif di dalamnya. Penyimpangan dan diskriminatif peradilan ini menjadikan hukum seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kuat dan kaya. Ketika orang biasa dan tidak mempunyai jabatan melakukan pelanggaran hukum, seperti Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik perusahaan tempat ia bekerja, atau seorang nenek yang mencuri singkong karena kelaparan langsung ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya.

Sebaliknya, seorang pejabat negara yang melakukan korupsi masih bisa tetap bebas berkeliaran. Kasus-kasus hukum yang menimpa orang-orang berjabatan tinggi dan memiliki kekuasaan sebagai terdakwa atau tersangkanya seakan ditangani dengan berbelit-belit dan terkesan ditunda-tunda hingga akhirnya tidak ada keputusan yang jelas. Seperti itulah gambaran tentang kondisi penegakkan hukum di Indonesia. Dengan demikian, jelaslah bahwa pelaksanaan hukum yang seperti itu sama halnya dengan merobohkan tiang penyangga hukum dan pada akhirnya akan meruntuhkan bahkan menjatuhkan keadilan yang menjadi tujuannya.

4.     Sistematika Hukum Perdata di Indonesia

Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu :

a.      Hukum Perorangan (Personenrecht) adalah semua kaidah hukum yang mengatur siapa saja yang dapat membawa hak dankedudukannya dalam hukum.
Hukum perorang terdiri dari :
-          Peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum.
-          Peraturan tentang kecakapan.
-          Hal-hal yang mempengaruhi kecakapan tersebut.

b.      Hukum keluarga (Familierecht) adalah semua kaidah hukum yang mengatur hubungan abadi antara dua orang yang berlainan jenis kelamin dan akibat-akibatnya.
Hukum keluarga terdiri dari :
-          Perkawinan
-          Hubungan antara orangtua dan anaknya.
-          Perwalian
-          Pengampunan.

c.       Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht) adalah semua kaidah hukum yang mengatur hak-hak yang didapatkan pada orang dalm hubunganya dengan orang lain yang mempunyai uang.
Hukum harta kekayaan terdiri dari :
-          Hak mutlak (berlaku pada semua orang)
-          Hak perorangan (berlaku pda pihak tertentu)

d.      Hukum waris (Efrecht) adalah hukum yang mengatur mengenai benda dan kekyaan seseorang jika ia meninggal dunia.

Sumber :




PENGERTIAN HUKUM & HUKUM EKONOMI (Minggu 1)

1.     Pengertian Hukum

Istilah hukum berasal dari Bahasa Arab : HUK'MUN yang artinya menetapkan. Arti hukum dalam bahasa Arab ini mirip dengan pengertian hukum yang dikembangkan oleh kajian dalam teori hukum, ilmu hukum dan sebagian studi-studi sosial mengenai hukum.
Hukum sendiri menetapkan tingkah laku mana yang dibolehkan, dilarang atau disuruh untuk dilakukan.

Hukum juga dinilai sebagai norma yang mengkualifikasi peristiwa atau kenyataan tertentu menjadi peristiwa atau kenyataan yang memiliki akibat hukum. Hukum adalah system yang terpenting dalam pelaksanaan atas ringkasan kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi.

Pengertian hukum menurut beberapa ahli :

1.      Van Kan
Menurut Van Kan definisi hokum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam masyarakat.
2.      Utrecht
Menurut Utrecht definisi hokum ialah himpunan peraturan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. 
3.      Wiryono Kusumo
Menurut Wiryono Kusumo definisi hokum ialah keseluruhan perartutan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib didalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. 
4.      Mochtar Kusumaatmadja
Hukum ialah keseluruhan asas – asas dan kaidah – kaidah yang mengaturkehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mecakup lembaga – lembaga dan proses – proses yang mewujudkan berlakunya kaidah – kaidah itu dalam kenyataan. 
5.      Austin
Hukumn ialah tiap-tiap undang-undang posotif yang ditentukan secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau anggotan-anggota suatu masyarakat politik yang berdaulat dimana yang membentuk hukum adalah yang tertinggi.
6.      Marx
Hukum ialah pengemban amanat kepentingan ekonomi para kapitalis yang tidak segan memarakkan kehidupannya lewat ekspolitasi yang luas.  

2.     Tujuan Hukum dan Sumber – Sumber Hukum

Hukum bersifat sangat universal, terlepas dari keadaan hukum itu sendiri sangat dipengaruhi oleh corak dan warna masyarakatnya (hukum juga memiliki sifat khas, tergantung dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam sebuah komunitas).

Dalam sejarah pemikiran ilmu hukum, terdapat dua paham mengenai fungsi dan peran hukum dalam masyarakat:
·         Pertama, mengatakan bahwa fungsi hukum adalah mengikuti dan mengabsahkan (justifikasi) perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, artinya hukum sebagai sarana pengendali sosial. Maka yang tampak, hukum bertugas mempertahankan ketertiban atau pola kehidupan yang ada. Paham ini dipelopori ahli hukum mazhab sejarah dan kebudayaan dari Jerman yang diintrodusir oleh Friedrich Carl von Savigny (1799-1861).
·    Kedua, menyatakan hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Paham ini dipelopori oleh ahli hukum dari Inggris, Jeremy Bentham (1748-1852), untuk kemudian dipopulerkan oleh Juris Amerika dengan konsepsi “hukum (harus juga) berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan perubahan masyarakat” (law as a tool of social engineering).

Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi. Dalam beberapa literatur Ilmu Hukum para sarjana hukum telah merumuskan tujuan hukum dari berbagai sudut pandang, dan paling tidak ada 3 teori:

Teori etis
Teori etis pertama kali dikemukakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, dalam karyanya ethica dan Rhetorika, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Menurut teori ini hukum semata-mata bertujuan demi keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan etis kita mana yang adil dan mana yang tidak. Artinya hukum menurut teori ini bertujuan mewujudkan keadilan.

Mengenai isi keadilan, Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan; justitia distributive (keadilan distributif) dan justitia commulative (keadilan komuliatif). Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan jasa atau haknya masing-masing. Makna keadilan bukanlah persamaan melainkan perbandingan secara proposional. Adapun keadilan kumulatif adalah keadilan yang diberikan kepada setiap orang berdasarkan kesamaan. Keadilan terwujud ketika setiap orang diperlakukan sama.

Teori Utilitis
Menurut teori ini hukum bertujuan untuk menghasilkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya pada manusia dalam mewujudkan kesenangan dan kebahagiaan. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the morals and legislation”. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan aspek keadilan.

Teori Campuran
Menurut Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kebutuhan akan ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang teratur dan damai. Dan untuk mewujudkan kedamaian masyarakat maka harus diciptakan kondisi masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan satu dengan yang lain, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus memperoleh apa yang menjadi haknya. Dengan demikian pendapat ini dikatakan sebagai jalan tengah antara teori etis dan utilitis.

3.      Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hokum adalah pembukuan jenis-jenis hokum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Unsur-unsur dari suatu kodifikasi :
a.      Jenis-jenis hokum tertentu
b.      Sistematis
c.       Lengkap

Tujuan kodifikasi hukum untuk memperoleh :
a.      Kepastian hukum
b.      Penyederhanaan hukum
c.       Kesatuan hukum

Contoh kodifikasi hukum :
·         Di Eropa :
-       Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari             kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
-       Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604. 
·         Di Indonesia
-       Kitab  Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848) 
-       Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848) 
-       Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918) 
-       Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981) 

4.     Kaidah / Norma

Norma adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma atau kaidah sangat diperlukan oleh masyarakat dalam mengatur hubungan antaranggota masyarakat. Norma menjadu panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku warga. Norma juga menjadi kriteria bagii masyarakat untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

Norma sosial yang mengatur masyarakat ada yang bersifat formal dan nonformal :
a.      Normal Formal
Bersumber  dari lembaga masyarakat (intuisi) yang formal atau resmi. Norma ini biasanya tertulis. Contohnya, aturan – aturan yang berasal atau bersumber dari Negara, seperti konstitusi dan peraturan daerah.
b.      Normal Nonformal
Biasanya tidak tertulis dan jumlahnya lebih banyak dari norma formal. Contohnya, kaidah dan aturan yang terdapat di masyarakat, seperti pantangan-pantangan, aturan dalam keluarga dan adat istiadat.

5.     Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi

Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti "peraturan, aturan, hukum".

Secara garis besar, ekonomi diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Diseluruh dunia hokum berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan – kegiatan ekonomi, dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak – hak dan kepentingan masyarakat.

Hukum ekonomi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua :

a.      Hukum Ekonomi Pembangunan
Hukum ekonomi pembangunan yaitu yang meliputi pengaturan dan pemikiran hokum mengenai cara – car peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesian secara nasional.

b.      Hukum Ekonomi Sosial
Hukum ekonomi social yaitu yang menyangkut pengaturan pemikiran hokum mengenai cara – cara
pembagian pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan (
hak asasi manusia ) manusia Indonesia.

Hukum Ekonomi tersebar dalam pelbagai peraturan perundang-undangan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 yang menganut asas sebagai berikut :
·         Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME
·         Asas manfaat
·         Asas demokrasi Pancasila
·         Asas adil dan merata
·         Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan
·         Asas hukum
·         Asas kemandirian
·         Asas keuangan
·         Asas ilmu pengetahuan
·    Asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat.

Sumber