Friday 24 June 2016

ARTIKEL PENGANGGURAN

Ekonomi RI Turun, Pengangguran Diprediksi Naik

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun lalu sebesar 4,74 persen. Prediksi ini turun 1 persen dari asumsi makro di APBN-P 2015 yang sebesar 5,7 persen. Perlambatan ekonomi tersebut akan berdampak terhadap jumlah pengangguran dan orang miskin di Tanah Air.
Deputy Country Director Asian Development Bank di Indonesia, Edimon Ginting memperkirakan, angka kemiskinan dan angka pengangguran di Indonesia akan mengalami kenaikan pada 2015 karena pertumbuhan ekonomi yang meleset dari target.
"Karena pertumbuhan ekonomi pelan, pengangguran dan kemiskinan tidak bisa dihindari," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Jumat (29/1/2016).
Ia berpendapat, peningkatan jumlah pengangguran dan orang miskin bisa mencapai sekitar 250 ribu jiwa. Perkiraan ini didapat dari asumsi kenaikan 1 persen pertumbuhan akan menciptakan dan menyerap 250 ribu tenaga kerja. Dengan demikian, dengan penurunan 1 persen pertumbuhan ekonomi, jumlah kenaikan orang yang menganggur dan miskin sama.
Namun Edimon mengatakan, kondisi ini hanya bersifat sementara. Pasalnya, dijelaskan Edimon, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk menggairahkan sektor industri padat karya, industri jasa, pariwisata dan manufakturing yang mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja.
"Kondisi ini sementara saja, masa transisi karena paket kebijakan pemerintah berupaya menumbuhkan sumber pertumbuhan baru yang berfokus pada labour intensif, seperti industri jasa, padat karya dan pariwisata yang justru bisa menciptakan lapangan kerja lebih besar, lebih dari 250 ribu orang," terangnya.
Hanya saja, sambungnya, masyarakat perlu bersabar dengan efek paket kebijakan ekonomi pemerintah mengingat dampaknya baru bisa terasa pada 1-2 tahun ke depan. "Paket kebijakan ekonomi bekerjanya perlu waktu 1-2 tahun ke depan, akan tumbuh tempat-tempat produktif yang akan membuka lapangan kerja besar," ujar Edimon.
Sementara Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan, salah satu asumsi dasar ekonomi makro di APBN-P 2015, yakni pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tercapai 4,74 persen dari target 5,7 persen. Namun pemerintah optimistis masih ada peluang kenaikan hingga 4,8 persen.
"Kontribusinya tidak akan banyak berubah, tetap konsumsi nomor pertama dengan sumbangan 50-60 persen. Lalu investasi swasta dan pemerintah, meskipun ekspor impor turun dan pengeluaran pemerintah stabil di angka 10 persen, tidak besar," ujarnya.
Dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) secara nominal, Bambang mengatakan akan mencapai Rp 11.412,3 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibanding realisasi perekonomian Indonesia 2014 yang diukur berdasarkan PDB atas harga dasar yang berlaku hingga Rp 10.542,7 triliun dengan pertumbuhan 5,02 persen.
Perlambatan ekonomi di sebuah negara berimbas kepada penurunan angka pengguran dan kemiskinan. Padahal setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi menciptakan lapangan kerja bagi 250 ribu orang. Sayangnya, Bambang belum menghitung potensi pengangguran dan kemiskinan akibat penurunan pertumbuhan ekonomi di 2015. "Belum tahu angkanya, tapi tinggal dihitung saja karena tidak berkorelasi langsung," ujarnya.
Kuncinya untuk menekan angka kemiskinan dan pengangguran, diakui Bambang melakukan reformasi fiskal dengan baik. Kemiskinan bisa diberantas dengan cara mendesain program-program unggulan pengentasan pengangguran dan kemiskinan meskipun ekonomi Indonesia sedang terombang ambing.
"Kalo kita punya kualitas anggaran yang baik, punya program mengurai kemiskinan yang cocok, meski pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan, program itu bisa mengurangi kemiskinan mesti pertumbuhan ekonomi naik setinggi-tingginya. Kalau ternyata tidak besar, tapi kalau programnya tepat, kemiskinan dan pengangguran bisa turun. Jadi lihat dulu kualitas belanja di 2015," terang Bambang.
Seperti diketahui, Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, basis penduduk miskin di Indonesia pada bulan ketiga ini sebesar 28,59 juta orang dengan prosentase 11,22 persen terhadap total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan dari realisasi jumlah penduduk miskin di periode Maret dan September tahun lalu.
"Jumlah ini terjadi kenaikan 860 ribu orang miskin dibanding realisasi jumlah penduduk miskin sebesar 27,73 juta di September 2014. Sedangkan dibanding Maret 2014 yang 28,28 juta jiwa, angka orang miskin di Maret 2015 bertambah 310 ribu,"
Sementara Deputi Neraca dan Analisis Statistik BPS, Suhariyanto mengungkapkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan kedelapan tahun ini sebanyak 7,56 juta orang atau 6,18 persen. Angka tersebut naik dari periode yang sama 2014 sebesar 5,94 persen atau 7,24 juta orang.
Sementara posisi Februari 2015, angka TPT di Indonesia sebanyak 7,45 juta jiwa atau 5,81 persen. Jumlah ini naik dibanding realisasi 7,15 juta jiwa atau 5,70 persen pada Februari 2014.
"Jadi angka pengangguran naik 320 ribu jiwa selama setahun dari Agustus 2014 ke periode yang sama 2015," ucap Suhariyanto.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS, Rizal Ritonga mengatakan, angka pengangguran meningkat karena terjadi PHK dan penurunan daya serap tenaga kerja akibat perlambatan ekonomi.
"Pengangguran naik karena para pencari kerja banyak yang tidak terserap, serta maraknya PHK. Semua itu terjadi akibat perlambatan ekonomi di Indonesia," kata Rizal. (Fik/Gdn).


ANALISIS :
1.       Adanya pemutusan kerja dari perusahaan
Pengangguran terjadi biasanya disebabkan antara lain : perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat inventasi, hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Bisa juga dikarenakan perusahaan yang bangkrut disebabkan oleh karena kredit macet atau tidak mampu mengangsur pinjaman Bank. Kredit macet disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda bangsa ini sejak tahun 1997. Krisis ekonomi disebabkan oleh krisis moneter(melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS). Krisis moneter disebabkan oleh rusaknya ekonomi Indonesia. Kerusakan ekonomi ini disebabkan oleh adanya mental korup, kolusi dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan sistematik pada semua lembaga negara dan swasta. Budaya KKN ini disebabkan oleh pemerintahan yang kotor (tidak bersih). Masih bisa dicari lagi sebab-sebabnya misalnya dekadensi (kemerosotan moral). Sehingga erat sekali hubungan antara pengangguran dengan bagaimana keadaan perekonomian suatu Negara.

2.       Terbatasnya lapangan kerja sementara Tingginya jumlah penduduk.
Semakin tingginya jumlah penduduk sementara tingkat kesempatan kerja tidak mengalami pertumbuhan atau kenaikan, akan menyebabkan menumpuknya jumlah pengangguran. Hal ini terjadi karena jumlah pertumbuhan penduduk berbanding terbalik dengan jumlah pertumbuhan lapangan kerja atau kesempatan kerja.  Bagaimana hal ini bisa terjadi biasanya dalam perilaku masyarakat dengan mengatakan banyak anak banyak riski akan mendorong tiap warga masyarakat untuk memiliki anak sebanyak-banyaknya tanpa ada kesadaran bahwa banyak anak berarti akan mempersempit tempat tinggal dari keluarga tersebut dan banyaknya beban yang harus ditanggung oleh keluarga itu sendiri dan juga oleh pemerintah.


Penganggur Lulusan SMK dan Universitas Naik, Ini Penyebabnya

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2016 menjadi 5,50 persen dengan jumlah 7,02 juta orang. Orang yang menganggur paling banyak dan mengalami kenaikan berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Universitas.
Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2016 sebesar 5,50 persen sebanyak 7,02 juta orang. Realisasi angka pengangguran ini menurun 430 ribu orang sebanyak 7,45 juta orang dengan TPT 5,81 persen di Februari 2015.
"Dalam setahun terakhir TPT turun dan jumlah penganggur berkurang sebanyak 430 ribu orang," katanya saat Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2016 di kantor BPS, Jakarta, Rabu (4/5/2016).
Suryamin menyebut, tingkat pengangguran pada jenjang SMK dan Universitas selama setahun terakhir naik masing-masing 9,84 persen dan 6,22 persen di Februari 2016. Sementara TPT di pendidikan ini pada periode yang sama 2015 sebesar 9,05 persen dan 5,34 persen.
"Dalam setahun terakhir, Tingkat Pengangguran Terbuka yang meningkat terjadi pada jenjang SMK 0,79 persen poin dan Universitas 0,88 persen poin. Jadi memang TPT tertinggi pada jenjang pendidikan SMK 9,84 persen," ujarnya.
Sementara TPT terendah pada penduduk berpendidikan SD ke bawah yakni sebesar 3,44 persen pada bulan kedua 2016. Realisasinya menurun dibanding 3,61 persen di Februari 2015. Pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), tingkat pengangguran melosot dari 7,14 persen menjadi 5,76 persen. TPT 6,95 persen oleh penduduk di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebelumnya TPT di Februari 2015 sebesar 8,17 persen. Serta pada jenjang pendidikan Diploma I/II/III, tingkat pengangguran turun dari 7,49 persen menjadi 7,22 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit Statistik Ketenagakerjaan BPS Wachyu Winarsih mengungkapkan, tingkat pengangguran di jenjang pendidikan SMK naik karena lulusan SMK didorong untuk menjadi seorang wirausaha. Namun pada kenyataannya, banyak alumni sekolah kejuruan ini yang belum siap mengimplementasikan ilmunya sebagai entrepreneur dan memilih untuk bekerja di perusahaan.
"Karena mereka belum berani jadi wirausaha, akhirnya menjadi buruh atau karyawan dulu. Sementara lapangan kerja yang menyerap mereka terbatas. Tapi Tingkat Pengangguran Terbuka tinggi untuk SMK, hanya di jurusan tertentu saja, misalnya di jurusan Tata Boga," jelasnya.

Sementara tingkat pengangguran naik di jenjang pendidikan Universitas, diakui Wachyu karena jebolan Sarjana ini terlalu memilih pekerjaan yang sesuai dengan minat maupun sesuai bidang studi yang ditekuni, termasuk mempertimbangkan soal gaji.
"Kalau pekerjaan tidak sesuai dengan bidang pendidikan, atau gaji belum cocok, ya lebih baik nunggu dulu, cari kerjaan di perusahaan lain. Mereka cenderung punya kebebasan, beda dengan yang berpendidikan rendah. Mereka harus bekerja untuk bisa makan," tegasnya.
Sedangkan dari sisi lapangan usaha atau perusahaan, lanjut Wachyu, perusahaan kian selektif untuk merekrut atau menerima karyawan baru. Perusahaan mempunyai kriteria tertentu, dan cenderung memilih pekerja yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan pengalaman.
"Perusahaan juga seleksi calon karyawan baru, mencari lulusan yang bukan saja mahir sesuai latar belakang pendidikan saja, tapi juga punya keahlian di luar itu dan pengalaman. Sementara tidak sedikut lulusan SMK dan Universitas yang belum memiliki kriteria tersebut," pungkas Wachyu. (Fik/Gdn)


ANALISIS :
1.       Pendidikan dan keterampilan yang rendah.
Syarat seseorang untuk bisa dengan mudahnya memperoleh pekerjaan tentunya harus dimodali dengan pendidikan dan keterampilan yang baik. Kalau tidak, jangan harap kita bisa dapat pekerjaan yang layak. Bayangkan saja begitu banyaknya lulusan-lulusan SMP, SMA maupun perguruan tinggi lainnya di tiap tahunnya, hanya yang berbibit unggullah yang kelak akan menghiasi dunia kerja. Hal ini juga terjadi karena sebagian orang berpendapat bahwa banyaknya para sarjana yang tidak memperoleh pekerjaan atau menjadi pengangguran, sehingga para masyarakat awam berpikir untuk apa sekolah atau kuliah kalau ujung-ujungnya menjadi pengangguran. Selain itu mahalnya biaya pendidikan juga menghambat para masyarkat kecil untuk memperoleh pendidikan yang layak.

2.       Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia kerja.
Sama halnya dengan poin kedua, ketidak terpenuhinya persyaratan yang diminta dunia kerja seperti pendidikan dan keterampilan yang bagus hanya akan menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Bahkan tak jarang kompetensi pencari kerja yang tidak  sesuai dengan pasar kerja. Misalnya, banyaknya lulusan pertanian yang bekerja di perbankan, lulusan ekonomi kerja di kehutanan, sehingga para masyarakat berpikir untuk memperoleh pekerjaan cukup dengan jalan pintas yang menyebabkan kurangnya keterampilan bagi calon pekerja karena tidak sesuai dengan posisi atau kemampuan yang dia miliki.