Friday 21 March 2014

HUKUM PERDATA (Minggu 3)

1.     Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia

Hukum perdata adalah hukum yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat. Hukum perdata Indonesia diwarnai oleh tiga sumber hukum yaitu :

a)      Hukum adat
b)      Hukum Islam
c)      Hukum perdata barat.

Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

 Pengaturan tentang hukum perdata barat di Indonesia terdapat dalam kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) yang bias disebut fotocopy dari Burgerlijk Wetbook (BW) Belanda.  Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :

·         Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. 
·         Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda.
·         Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan.
·         Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

2.     Sejarah Singkat Hukum Perdata

Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK). Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.

Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.

Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.

3.     Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).

Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah nusantara.

Berdasarkan berbagai definisi tentang hukum, bisa kita simpulkan bahwa Indonesia pun memiliki hukum. Namun bisa kita lihat sendiri bahwa kondisi hukum di Indonesia saat ini lebih banyak menuai kritikan daripada pujian. Kritikan-kritikan itu mengarah pada penegakkan hukum, kesadaran hukum, dan kualitas hukumnya. Hukum yang seharusnya bisa menjadi penegak keadilan bagi masyarakat masih belum bisa difungsikan sebagaimana mestinya. Banyak berbagai praktek negatif layaknya racun atau virus yang menyertai pelaksanaan hukum itu sendiri. Dampaknya, hukum di Indonesia terlihat lemah dan statusnya pun terancam.

Lebih dari pada itu, hukum yang dibuat sebagai jembatan pelaksanaan keadilan sudah tidak relevan lagi karena adanya berbagai penyimpangan dan diskriminatif di dalamnya. Penyimpangan dan diskriminatif peradilan ini menjadikan hukum seperti jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kuat dan kaya. Ketika orang biasa dan tidak mempunyai jabatan melakukan pelanggaran hukum, seperti Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik perusahaan tempat ia bekerja, atau seorang nenek yang mencuri singkong karena kelaparan langsung ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya.

Sebaliknya, seorang pejabat negara yang melakukan korupsi masih bisa tetap bebas berkeliaran. Kasus-kasus hukum yang menimpa orang-orang berjabatan tinggi dan memiliki kekuasaan sebagai terdakwa atau tersangkanya seakan ditangani dengan berbelit-belit dan terkesan ditunda-tunda hingga akhirnya tidak ada keputusan yang jelas. Seperti itulah gambaran tentang kondisi penegakkan hukum di Indonesia. Dengan demikian, jelaslah bahwa pelaksanaan hukum yang seperti itu sama halnya dengan merobohkan tiang penyangga hukum dan pada akhirnya akan meruntuhkan bahkan menjatuhkan keadilan yang menjadi tujuannya.

4.     Sistematika Hukum Perdata di Indonesia

Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu :

a.      Hukum Perorangan (Personenrecht) adalah semua kaidah hukum yang mengatur siapa saja yang dapat membawa hak dankedudukannya dalam hukum.
Hukum perorang terdiri dari :
-          Peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum.
-          Peraturan tentang kecakapan.
-          Hal-hal yang mempengaruhi kecakapan tersebut.

b.      Hukum keluarga (Familierecht) adalah semua kaidah hukum yang mengatur hubungan abadi antara dua orang yang berlainan jenis kelamin dan akibat-akibatnya.
Hukum keluarga terdiri dari :
-          Perkawinan
-          Hubungan antara orangtua dan anaknya.
-          Perwalian
-          Pengampunan.

c.       Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht) adalah semua kaidah hukum yang mengatur hak-hak yang didapatkan pada orang dalm hubunganya dengan orang lain yang mempunyai uang.
Hukum harta kekayaan terdiri dari :
-          Hak mutlak (berlaku pada semua orang)
-          Hak perorangan (berlaku pda pihak tertentu)

d.      Hukum waris (Efrecht) adalah hukum yang mengatur mengenai benda dan kekyaan seseorang jika ia meninggal dunia.

Sumber :




No comments:

Post a Comment